Demokrasi ala Anak Az-Zakkiyah

Seperti biasanya, pada hari Jum at para siswa melaksanakan shalat Jum at berjamaah di mesjid dekat sekolah ditemani oleh para Mr. Sedangkan para siswi melaksanakan shalat zuhur berjamaah di Mushalla sekolah. Tak habis-habisnya anak-anak menciptakan special moment yang luar biasa dan membuat takjub. Seperti Jum at kemarin misalnya. Kejadiannya di Mushalla sekolah, di antara para siswi.

Karena para siswa Shalat di mesjid, jadi setiap Jum at yang menjadi imam adalah para siswi, tentu diantara jemaah siswi juga. Sudah menjadi kesepakatan bahwa seiap minggunya para siswi bergantian menjadi imam. Saat itu semua sudah pernah berkesempatan menjadi imam, kecuali satu orang. Yaitu Sarah Aulia. Satu per satu siswi masuk ke mushalla. Sebagian yang sudah masuk sedang berdiskusi siapa yang akan menjadi imam hari itu. 



Nabila Ariska mengajukan diri untuk menjadi imam. Begitu pun beberapa teman yang lain. Setiap siswi yang masuk langsung diminta pendapat. Siapa yang hari ini akan menjadi imam zuhur. Mereka membuat lingkaran besar dan berdiskusi satu sama lain.

“Saya aja yang jadi imam ya?” kata Nabila Ariska
“Ya sudah kamu aja,” sambut teman-teman yang lain.
Tiba-tiba Manha Sanika Salwa Rangkuti bersuara. “Gak lah Nabila. Hari ini bukan giliran mu. Kan kamu udah pernah jadi imam kemarin,” kata Salwa.

“Jadi siapa yang belum?” Tanya Miss Dhani yang hari itu mendampingi shalat zuhur.
“Hari ini giliran Sarah Miss, Sarah Belum pernah,” tambah Salwa.
Kebetulan hari itu Sarah sedikit terlambat makan siang. Jadi saat teman-teman yang lain sudah di Mushalla, 
Sarah masih menghabiskan makan siangnya.

“Tapi Sarah gak ada, nanti lama kita shalat,” ujar siswi yang lain.
“Iya, lagian Sarah kan belum bisa jadi imam,” tambah yang lain. Sarah saat ini masih belajar untuk menjadi Imam Shalat.

Akhirnya setiap siswi pun di ambil suaranya. Naya yang baru masuk Mushalla langsung dimintai Pendapat. “Sarah lah, dia kan belum pernah jadi Imam,”

Begitu pun Ifa Nabila Rahmat, “Iyalah, Sarah yang jadi Imam, kan kesepakatannya begitu,” ujarnya.
Muncul ide yang lain. “Gimana kalau kita cap cip cup saja?” ujar salah seorang siswi. dan itu pun diamini oleh semuanya kecuali Naya, Salwa dan Ifa Nabila. Mereka merasa bahwa hari itu memang waktunya Sarah menjadi imam. Tapi Sarah tak kunjung datang.

Akhirnya terpilihlah Nabila Ariskan untuk menjadi imam. Dengan raut wajah kurang puas Salwa dan Ifa Nabila.

“Miss, kan gak adil pakai cap cip cup begitu. ini kan memang jadwalnya Sarah. Cuma dia yang belum pernah jadi Imam,” Salwa tetap mempertahankan pendapat.
“Iya miss, Sarah yang jadi Imam,” tambah Ifa

Melihat raut wajah Ifa dan Salwa, Akhirnya miss Dhani menengahi. “Benar yang dibilang Kak Salwa dan Ifa teman-teman. Kita sudah buat kesepakatan kalau setiap minggunya harus bergantian menjadi imam. Nabila Ariska sudah pernah jadi imam, kita beri kesempatan pada yang belum pernah. Sekarang bagaimana kalau kita tunggu Sarah  dan Tanya apakah ia mau jadi imam,”

Melihat usaha Salwa dan ifa serta mendengar penjelasan dari Miss Dhani akhirnya teman-teman pun sepakat untuk menunggu. Tak lama Sarah datang  semua bertanya. “Sarah mau jadi Imam?” dan ia menjawab dengan anggukan sambil berkata “Mau..”

Eh, tiba-tiba Ifa Nabila Bilang “Teman-teman, Sarah itu kan masih belajar. Sama kayak kita, kita juga semua masih belajar. Kita harus kasi dia kesempatan juga,” Subhanallah…. Luar biasa sekali. Biar masih kelas I SD, ia bisa bicara sebijak itu.

Hari itu kami belajar tentang konsistensi dan saling berbagi kesempatan dengan yang lain. Hari itu kami juga belajar untuk menghargai dan percaya pada teman. Hari itu kami belajar kepedulian terhadap teman. Hari itu pun kami belajar bahwa bagaimana pun kondisinya kesepakatan harus tetap dijalankan terlebih kesepakatan itu menyangkut orang lain bukan hanya diri sendiri. Terima kasih kak Salwa, terima Kasih Naya, Terima kasih Ifa Nabila, dan semua siswa-siswi SD Az-Zakiyah. Luar biasa… 
Previous
Next Post »